Asuhan Keperawatan dengan TUBERKULOSIS
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
TUBERKULOSIS
DISUSUN OLEH :
SITI FARIDAH RUKHOMAH (1510711030)
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
‘’VETERAN’’ JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
S 1 KEPERAWATAN
2017
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, puji dan syukur penulis panjatkan atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah teknologi keperawatan
mengenai “Asuhan Keperawatan Dengan
Tuberkulosis” dengan baik dan benar meskipun masih banyak terdapat kekurangan
didalamnya.
Makalah
ini telah penulis susun dengan mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini, terutama ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Ns. Duma Lumban
Tobing,S.Kep,M.Kep,Sp.Kep.J selaku dosen mata kuliah Teknologi Keperawatan yang
telah membimbing kami dengan sangat baik. .
Penulis
berharap, semoga makalah ini mampu menambah pengetahuan dan memperluas wawasan
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan baik
dari tata bahasa maupun susunan kalimat. Oleh karena itu, saran dan kritik dari
pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini kedepannya.
Depok,
23 Mei 2017
Siti
Faridah Rukhomah
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan negara dengan 34 provinsi, 514 kabupaten/kota, 7.094 kecamatan, 8.412
kelurahan, dan 74.093 desa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39
Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Pada tahun
2015, hasil estimasi jumlah penduduk sebesar 255.461.686 jiwa, dengan
128.366.718 jiwa penduduk laki-laki dan 127.094.968 jiwa penduduk perempuan.
Dari tahun 2010-2014 pertumbuhan penduduk per tahun terus meningkat, dari 3,54
juta per tahun menjadi 3,70 juta per tahun.(Kemenkes RI, 2016).
Jumlah
penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan penyebaran penduduk yang merata,
terbukti bahwa kepadatan penduduk di Indonesia belum merata dengan kepadatan
penduduk tertinggi berada di pulau Jawa dan terendah berada di pulau
Kalimantan. Sementara itu, pertumbuhan penduduk per tahun yang terus meningkat
tidak diimbangi pula dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pada tahun 2015,
pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 5,04% sedikit meningkat dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2014 namun lebih rendah dibandingkan tahun
2012 dan 2013. Kondisi September 2015 jumlah penduduk miskin di Indonesia
sebesar 28,51 juta orang atau 11,13% dari total jumlah penduduk Indonesia
(Kemenkes RI, 2016)
Masalah
kemiskinan akan mempengaruhi kondisi pendidikan penduduk Indonesia. Kemiskinan
membuat penduduk kesulitan untuk mengenyam pendidikan. Tahun 2011-2015, Angka
Buta Huruf mengalami penurunan dari 7.56% tahun 2011 menjadi 4.78%, namun
angkat tersebut masih sangat tinggi.
Jumlah
penduduk yang tinggi, kepadatan penduduk yang tinggi, masalah kemiskinan,
masalah pendidikan yang masih rendah mampu menimbulkan masalah kesehatan, salah
satunya adalah penyakit tuberculosis
Tuberkulosis merupakan
penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang
dilakukan, insidens dan kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun
tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2
juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara
dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10% dan 10%
dari seluruh penderita di dunia (WHO, Global Tuberculosis Report, 2015).
Tuberculosis
adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa
yang disebarkan melalui udara, terutama menyerang parenkim paru maupun ekstra
paru seperti meninges,ginjal,tulang dan nodus limfe.
Sumber
penularan yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam) positif melalui percik renik
dahak yang dikeluarkannya. TB dengan BTA negatif juga masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil
(Kemenkes RI, 2016). Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak
tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Infodatin Kemenkes
RI, 2016)
1. Apa
definisi tuberculosis?
2. Bagaimana
prevalensi penyakit tuberculosis di dunia dan di Indonesia?
3. Apa
penyebab terjadinya tuberculosis?
4. Apa
saja factor resiko yang mempengaruhi terjadinya tuberculosis?
5. Apa
saja klasifikasi dari tuberculosis?
6. Apa
saja tanda dan gejala yang timbul dari penyakit tuberculosis?
7. Bagaimana
proses terjadinya penyakit tuberculosis?
8. Apa
saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mengetahui penyakit
tuberculosis?
9. Apa
saja penatalaksanaan medis yang dilakukan guna menangani penyakit tuberculosis?
10. Apa
saja komplikasi yang dapat timbul dari penyakit tuberculosis?
11. Bagaimana
penanganan asuhan keperawatan dengan tuberculosis?
1. Mengetahui
definisi tuberculosis
2. Mengetahui
prevalensi penyakit tuberculosis di dunia dan di Indonesia
3. Mengetahui
penyebab terjadinya tuberculosis
4. Mengetahui factor resiko tuberculosis
5. Mengetahui
klasifikasi tuberculosis
6. Mengetahui
tanda dan gejala tuberculosis
7. Mengetahui
proses terjadinya penyakit tuberculosis
8. Mengetahui
pemeriksaan penunjang tuberculosis
9. Mengetahui
penatalaksanaan medis tuberculosis
10. Mengetahui
komplikasi tuberculosis
11. Mengetahui
asuhan keperawatan dengan tuberculosis
BAB II
TINJAUAN TEORI
Tuberkulosis
adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (mycobacterium
tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat
seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri
tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008)
Tuberkulosis
paru adalah penyakit tropis infeksi yang menyerang paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (Prasetyono, 2012)
Menurut Smeltzer & Bare( 2002, dalam Wildani 2013) )
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru dan dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe.
Tuberkulosis
adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok
Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2014)
Dari
beberapa pendapat diatas mengenai
definisi tuberculosis, dapat disimpulkan bahwa tuberculosis adalah suatu
penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa yang disebarkan
melalui udara, terutama menyerang parenkim paru maupun ekstra paru seperti
meninges,ginjal,tulang dan nodus limfe.
Menurut
laporan WHO (2013) dalam buku Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis (2014)
:
•
Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB
pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan
HIV poitif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika.
•
Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat
450.000 orang yang menderita TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal
dunia.
•
Meskipun kasus dan kematian karena TB
sebagian besar terjadi pada pria tetapi angka kesakitan dan kematian akibat TB
juga sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus TB pada tahun 2012
dengan jumlah kematian karena TB mencapai 410.000 kasus termasuk diantaranya
adalah 160.000 orang wanita dengan HIV positif. Separuh dari orang dengan HIV
positif yang meninggal karena TB adalah wanita.
•
Pada tahun 2012 diperkirakan proposi
kasus TB anak diantara seluruh kasus TB secara global mencapai 6% (530.000
pasien TB anak/tahun). Sedangkan kematian anak (dengan status HIV negative)
yang menderita TB mencapai 74.000 kematian/tahun, atau sekitar 8% dari total
kematian yang disebabkan TB.
•
Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah
kematian TB tetap tinggi untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan
tetap fakta juga menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB. Peningkatan
angka insidensi TB secara global telah berhasil dihentikan dan telah
menunjukkan tren penurunan (turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian
juga sudah berhasil diturunkan 45% bila dibandingkan tahun 1990.
Menurut
Kementrian Kesehatan (2016) dalam Profil Kesehatan Indonesia 2015, pada tahun
2015 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 330.910 kasus, meningkat bila
dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 yang
sebesar 324.539 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di
provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar 38% dari
jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.
Menurut
jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan
yaitu 1,5 kali dibandingkan pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di
seluruh Indonesia kasus lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan.
Menurut
kelompok umur, kasus tuberkulosis pada tahun 2015 paling banyak
ditemukan pada
kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 18,65% diikuti
kelompok umur
45-54 tahun sebesar 17,33% dan pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 17,18%.
Proporsi kasus TB menurut kelompok umur dapat dilihat
pada Gambar 6.1 berikut
ini.(Kemenkes, 2016)
Dari pengertian yang
dipaparkan oleh beberapa sumber,penyakit tuberculosis disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (mycobacterium tuberculosa).
Di
dalam buku Pedoman Nasional Penanganan Tuberkulosis yang dikeluarkan oleh
Kementrian Kesehatan pada tahun 2014 menjelaskan bahwa Spesies Mycobacterium
dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran napas
dikenal dengan MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa
menganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Secara umum sifat kuman TB
antara lain adalah sebagai berikut :
•
Berbentuk batang dengan panjang 1-10
mikron, lebar 0,2-0,6 mikron.
•
Bersifat tahan asam dalam pewarnaan
dengan metode Ziehl Neelsen
•
Memerlukan media khusus untuk biakan,
antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa
•
Kuman Nampak berbentuk batang berwarna
merah dalam pemeriksaan dibawah mikroskop
•
Tahan terhadap suhu rendah sehingga
dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4oC
sampai minus 70 oC
•
Kuman sangat peka terhadap panas, sinar
matahari dan sinar ultraviolet
•
Paparan langsung terhadap sinar
ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati dalam waktu beberapa menit
•
Dalam dahak pada suhu antara 30-37
oC akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu
•
Kuman dapat bersifat dormant
(“tidur”/tidak berkembang)
Bakteri
tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-10 menit atau pada
pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik.
Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap bisa
berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara.
Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari
kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam (Widoyono,
2008).
Hiswani (2009) dalam Wildani (2013)
menjelaskan bahwa pemaparan penyakit tuberculosis dipengaruhi oleh beberapa
factor sebagai berikut:
2.4.1.
Umur
Pada factor umur, hasil penelitian Herryanto (2004) dan
Hiswani (2009) terdapat sedikit perbedaan. Herryanto dkk (2004) mengemukakan karakteristik
kasus kematian penderita TB paru yang hampir tersebar pada semua kelompok umur,
dan paling banyak pada kelompok usia 20-49 tahun (58,3 %), sedangkan menurut
Hiswani (2009) penyakit tuberkulosis yang paling sering ditemukan pada usia
muda atau usia produktif 15-50 tahun.
2.4.2.
Jenis Kelamin
Hasil penelitian dari
WHO (2006, dalam Hiswani 2009) melaporkan prevalensi tuberkulosis paru 2,3% lebih
banyak pada laki-laki dibanding wanita terutama pada negara yang sedang
berkembang karena laki-laki dewasa lebih sering melakukan aktivitas sosial.
2.4.3.
Status Gizi
Keadaan malnutrisi atau
kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan Iain-lain, akan mempengaruhi
daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru.
2.4.4.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap kemampuan
penderita untuk menerima informasi tentang penyakit, terutama TB paru.
Kurangnya informasi tentang penyakit TB paru menyebabkan kurangnya pengertian
kepatuhan penderita terhadap pengobatan
2.4.5.
Pekerjaan
Jenis pekerjaan
menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja
bekerja di lingkungan yang berdebu, paparan partikel debu di daerah terpapar
akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan seperti TB.
2.4.6.
Faktor Sosial Ekonomi
Pendapatan keluarga
sangat erat juga dengan penularan TB, karena pendapatan yang kecil membuat
orang tidak dapat layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan. Rajagukguk
(2008) juga menyatakan bahwa makin buruk keadaan sosial ekonomi masyarakat,
sehingga nilai gizi dan sanitasi lingkungan jelek, yang mengakibatkan rendahnya
daya tahan tubuh mereka sehingga mudah menjadi sakit bila tertular
tuberkulosis.
2.4.7.
Kebiasaan Merokok
Merokok
meningkatkan risiko infeksi mycobacterium tuberculosis, risiko
perkembangan penyakit dan kematian pada penderita TB. Asap rokok memiliki efek
baik pro- inflamasi dan imunosupresif pada sistem imun saluran pernapasan
2.4.8.
Kepadatan Hunian dan Kondisi Rumah
Hunian
rumah yang padat menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen bila salah satu anggota
hunian terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain. Rumah dengan kondisi tidak sehat atau tidak memenuhi syarat
kesehatan dapat sebagai media penularan penyakit pernafasan yang salah satunya
adalah penyakit tuberkulosis paru ( TB paru ). Penyakit tuberkulosis diperburuk
dengan kondisi sanitasi perumahan yang buruk, khususnya pada pemukiman padat
dan penduduk miskin. (Wulandari, Nurjazuli, 2015)
Dalam
buku Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementrian Kesehatan RI (2014)
membagi tuberculosis menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi
dari penyakit, riwayat pengobatan sebelumnya, hasil pemeriksaan uji kepekaan
obat, berdasarkan status HIV, akan diuraikan sebagai berikut:
2.5.1.
Klasifikasi
Berdasarkan Lokasi Anatomi Dari Penyakit:
a.
Tuberkulosis
paru :
Adalah TB yang terjadi pada parenkim
(jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau
efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus
juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
b.
Tuberkulosis
ekstra paru :
Adalah TB yang terjadi pada organ selain
paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus
diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra
paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB
ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
2.5.2.
Klasifikasi
Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
1)
Pasien
baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan
(˂ dari 28 dosis).
2)
Pasien
yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
•
Pasien
kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau
karena reinfeksi).
•
Pasien
yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
•
Pasien
yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi
ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat
/default).
•
Lain-lain:
adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya
tidak diketahui.
3)
Pasien yang riwayat pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
2.5.3.
Klasifikasi
Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat
Pengelompokan
pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
•
Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu
dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip
(tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
2.5.4.
Klasifikasi
Pasien TB Berdasarkan Status HIV
1) Pasien TB dengan HIV Positif
(Pasien ko-infeksi TB/HIV), adalah pasien TB dengan: Hasil tes HIV positif
sebelumnya atau Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
2) Pasien TB dengan HIV negative,
adalah pasien TB dengan: Hasil tes HIV negatif sebelumnya atau Hasil tes HIV
negatif pada saat diagnosis TB
3) Pasien TB dengan status HIV tidak
diketahui, adalah pasien TB tanpa ada bukti pendukung hasil
tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan
(InfoDatin Kemenkes RI, 2016)
Gejala-gajala yang
dialami dan ditunjukan oleh penderita TB sangatlah bervariasi. Namun,
gejala-gejala yang di tunjukan oleh penderita TB tidak hanya menunjukan
penyakit TB namun dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Menurut Kemenkes RI (2014) Gejala utama pasien TB
paru adalah:
-
Batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih.
-
Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah atau batuk darah
-
Sesak nafas
-
Badan lemas
-
Nafsu makan menurun
-
Berat badan menurun
-
Malaise
-
Berkeringat malam hari tanpa kegiatan
fisik
-
Demam meriang lebih satu bulan.
Mengingat prevalensi TB
di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes
dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Kemenkes, 2014)
Terdapat
beberapa pemeriksaan penunjang yang akan membantu menegakan diagnosa penyakit
TBC menurut Kementrian Kesehatan (2014) sebagai berikut:
2.8.1.
Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Langsung
Pemeriksaan dahak
berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
•
S (sewaktu): dahak
ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung pertama kali ke
fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk
menampung dahak pagi pada hari kedua.
•
P (Pagi): dahak
ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
•
S (sewaktu): dahak
ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Ditetapkan sebagai
pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan contoh uji dahak SPS
hasilnya BTA Positif.
2.8.2.
Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan
untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb) dimaksudkan untuk
menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu, misal:
•
Pasien TB ekstra paru.
•
Pasien TB anak.
•
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak
mikroskopis langsung BTA negatif.
Pemeriksaan tersebut
dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan
pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang direkomendasikan WHO maka untuk
memastikan diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.
Sedangkan menurut
Artmojo, dkk (2013) dalam Karya Ilmiah Akhir Wildani (2013) menambahkan
pemeriksaan penunjang guna menegakan diagnose TB, sebagai berikut:
2.8.3.
Ziehl-neelseh
Ziehl-neelseh (pemeriksaan
asam cepat pada gelas kaca untuk ucapan cairan darah) , yaitu positif untuk
basil asam-cepat.
2.8.4.
Tes Kulit (PPD,mantoux,potogan
vollmer)
Tes kulit (PPD,mantoux,potogan vollmer), yaitu reaksi
positif (area indurasi 10mm/ lebih besar,terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradelmal antigen) menunjukkan infeksi
masa lalu dan adanya anti bodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit
aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa
tuberculosis aktif tidak dapat di turunkan/infeksi di sebabkan oleh mycrobacterium
yang berada.
2.8.5.
Foto
Thorak
Foto thorak
dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium
lesi sembuh primer, atau efusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas
tuberkulosis dapat termasuk rongga,area fibrosa.
2.8.6.
Biopsi Jarum
Biopsi
jarum pada jaringan paru, positif utr granuloma tuberculosis ; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.
2.8.7.
Elektrolit
Elektrolit, dapat tidak normal tergantung padalokasi dan
beratnya infeksi ; contoh hiponat reqmia disebabkan oleh tidak normalnya
resisten air dapat ditemukan pada tuberkulosis paru kronis luas.
2.8.8.
Pemeriksaan Fungsi Paru
Penurunan kapasitas vital,peningkatan ruang mati,peningkatan
rasio udara residu dan kapasitas paru total,dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis kehilangan jaringan paru,dan
penyakit pleural (tuberkulosis paru kronis luas).
Semua
suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu
(SPS). Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan a;ktifitas penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru
(Depkes, 2007).
Pengobatan
TB memiliki beberapa tujuan, yaitu menyembuhkan pasien dan memperbaiki
produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian oleh karena TB
atau dampak buruk selanjutnya, mencegah terjadinya kekambuhan TB, menurunkan
penularan TB serta mencegah terjadnya dan penularan TB resistan obat. Dan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB
(Kemenkes RI, 2014)
Menurut
Kemenkes RI (2014) dalam buku Pedoman Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis terdapat 2 (dua) tahapan pengobatan TB yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan.
•
Tahap awal
Pada
tahapan ini, pengobatan diberikan setiap hari, pada semua pasien baru diberikan
selama 2 bulan. Panduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk
secara efektif menurunkan jumlah kuman yang mungkin sudah resistan sejak
sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
•
Tahap lanjutan
Pada
tahapan lanjutan ini merupakan tahap yang penting untuk membenuh sisa-sisa
kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien
dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan
OBAT
ANTI TUBERKULOSIS
OAT
Lini Pertama (Kemenkes RI, 2014)
Kisaran
dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa (Kemenkes RI, 2014)
2. 1. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB
paru stadium lanjut, yaitu hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas
bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial,
brokoiectasis dan fibrosis bronkial pada paru, pneumotoraks spontan: kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru. penyebaran infeksi ke organ lain
seperti otak, tulang, persendrian, ginjal dan sebagainya, insufisiensi kardio
pulmoner dan resistensi kuman dimana pengobatan dalam jangka panjang seringkali
membuat pasien tidak disiplin, bahkan ada yang putus obat karena merasa bosan.
Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak disiplin membuat kuman menjadi resisten
atau kebal, sehingga harus diganti dengan obat lain yang lebih kuat dengan efek
samping yang tentunya lebih berat (Depkes, 2007).
3.1. KASUS
Tn. W masuk ke RS Marinir dengan keluhan batuk
berdarah sudah sejak 3 minggu yang lalu, klien mengeluh nyeri dada, nyeri saat
menarik nafas, nyeri seperti tertusuk , skala nyeri 5, sering sesak nafas,
demam meriang sudah sekitar sebulan, jika malam hari sering berkeringat
berlebih padahal tidak sedang melakukan aktivitas fisik, klien mengatakan jika
nafsu makannya menurun, BB sebelum sakit
adalah 68 kg dan sekarang 64 kg.
Klien mengatakan riwayat TB paru tahun 2015 dan dinyatakan sembuh. Klien
mengatakan riwayat merokok 1 bungkus sehari. Klien mengatakan lingkungan
rumahnya padat dan ventilasi udara kurang, serta terdapat seorang teman yang
menderita hal serupa dengan klien. Hasil pemeriksaan fisik menunjukan BB: 64
kg, TB: 162 cm, TD: 120/ 80 mmHg, RR: 28x/menit, S: 36,5 oC,
Auskultasi : terdengar ronkhi basa pada bagian apical, Hasil lab: BTA (+) 1
kali dari 3 kali pemeriksaan, hasil foto thorak: terdapat bayangan
berawan/nodular. Klien menanyakan kenapa bisa terkena penyakit ini lagi.
3.2. DATA FOKUS
DATA SUBJEKTIF
|
DATA OBJEKTIF
|
1.
Klien mengeluh batuk berdahak disertai darah
sejak 3 minggu
2.
Klien mengeluh nyeri dada
P : nyeri pada saat menarik nafas
Q: nyeri seperti tertusuk
R: nyeri pada dada
S: skala nyeri 5
T: nyeri hilang timbul (menarik nafas)
3.
Klien mengeluh sesak nafas
4.
Klien mengeluh demam
5.
Klien mengeluh berkeringat malam tanpa aktivitas
fisik
6.
Klien mengeluh malaise
7.
Klien mengeluh nafsu makan menurun
8.
Klien mengatakan berat badan menurun
BB sebelum : 68 kg
BB sesudah : 64 kg
9.
Klien mengatakan lingkungan rumah klien padat
10.
Klien mengatakan ventilasi rumah kurang
11.
Klien mengatakan riwayat merokok 1 bungkus sehari
12.
Klien mengatakan pernah riwayat TB tahun 2015 dan
dinyatakan sembuh
13.
Klien mengatakan mempunyai teman yang menderita
hal serupa
|
1.
TTV :
-
TD: 120/
80 mmHg
-
RR 28 kali
-
N: 73×/ menit
-
S: 36,5 oC
2.
Hasil lab: BTA (+) 1 kali dari 3 kali pemeriksaan
3.
Auskultasi : terdengar ronkhi basa pada bagian
apikal
4.
Torak foto: terdapat bayangan berawan/noduler
|
3.3. ANALISA
DATA
NO
|
DATA FOKUS
|
PROBLEM
|
ETIOLOGI
|
1
|
DS :
1.
Klien mengeluh batuk berdahak disertai darah
sejak 3 minggu yang lalu
2.
Klien mengeluh sesak nafas
3.
Klien mengeluh nyeri dada
4.
Klien
mengatakan riwayat TB Paru tahun 2015 dan dinyatakan sembuh
5.
Klien mengatakan riwayat merokok 1 bungkus sehari
DO:
1.
TTV :
-
TD: 120/
80 mmHg
-
RR 28 kali
-
N: 73×/ menit
-
S: 36,5 oC
2.
Auskultasi : terdengar ronkhi basa pada bagian
apikal
3.
Torak foto: terdapat bayangan berawan/noduler
|
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
|
Peningkatan produksi
sputum/sekret
|
2
|
DS:
1.
Klien mengeluh nyeri dada
P : nyeri pada saat menarik nafas
Q: nyeri seperti tertusuk
R: nyeri pada dada
S: skala nyeri 5
T: nyeri hilang timbul (menarik nafas)
2.
Klien mengeluh demam
3.
Klien mengeluh berkeringat malam
DO:
1.
Hasil lab: BTA (+) 1 kali dari 3 kali pemeriksaan
2.
TTV :
-
TD: 120/
80 mmHg
-
RR 28 kali
-
N: 73×/ menit
-
S: 36,5 oC
|
Nyeri Akut
|
Agen cidera biologis
|
3
|
DS:
1.
Klien mengeluh nafsu makan menurun
2.
Klien mengatakan berat badan menurun
BB sebelum : 68 kg
BB sesudah : 64 kg
3.
Klien mengeluh malaise
DO:
1.
Berat badan klien menurun
2.
Klien tampak menolak untuk makan
3.
TTV :
-
TD: 120/
80 mmHg
-
RR 28 kali
-
N: 73×/ menit
-
S: 36,5 oC
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
|
Kehilangan nafsu makan/ anoreksia
|
4.
|
DS:
1.
Klien mengatakan lingkuangan rumah klien padat
2.
Klien mengtatakan ventilasi rumah kurang
DO:
1.
Klien tampak bertanya bagaimana dirinya bisa
terkena kembali penyakit Tuberkulosis
|
Kurang pengetahuan tentang
penyakitnya
|
Kurang informasi
|
NO
|
DIAGNOSA
|
1
|
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputu/skret
|
2
|
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis
|
3
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu
makan/anoreksia
|
4
|
Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhuungan
dengan kurang informasi
|
NO
|
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
1.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1.
Batuk klien berkurang
2.
Sesaka nafas klien berkurang
3.
Tidak terdengar bunyi ronkhi basa
|
MANDIRI:
1.
Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat
rasio inspirasi/ekspirasi
2.
Beri pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya
peninggian kepala tempat tidur tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
3.
Ajarkan pasien teknik batuk efektif
4.
Anjurkan klien untuk meminum air hangat.
KOLABORASI:
1.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen
bila diperlukan
2.
Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan nebulizer
jika diperlukan
|
2.
|
Setelah dilakukan tidandakan
keperawatan selama 3x24 jam masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1.
Nyeri dada klien berkurang
2.
Skala nyeri berkurang : 4
|
MANDIRI:
1.
Kaji pengkajian nyeri
2.
Anjurkan untuk mendapatkan posisi yang sesuai dan
nyaman seperti posisi semi fowler
3.
Berikan suasana yang nyaman, hindari kebisingan
4.
Anjurkan klien untuk mendengarkan instrumen musik
sesuai kesukaan klien
KOLABORASI:
1.
Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik
sesuai indikasi
2.
Kolaborasi dengan dokter untuk pembarian obat OAT
sesuai indikasi
|
3.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam masalah dapat teratasi dengan kriteria hasi:
1.
Nafsu makan meningkat
2.
Berat badan klien dalam batas normal
3.
Klien tidak mengeluh malaise
|
MANDIRI:
1.
Kaji masukan makanan. Catat derajat kesulitan makanan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
2.
Hindari makanan yang sangat panas atau sangat
dingin
3.
Timbang berat badan sesuai indikasi
4.
Hidangkan kudapan semenarik mungkin
5.
Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan
sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
KOLABORASI:
1.
Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk
memberikan makanan yang mudah cerna, dan nutrisi seimbang.
|
4.
|
Setelah diberikan penyuluhan
klien mengerti tentang penyakitnya dengan kriteria hasil:
1.
Klien mengungkapkan pemahaman tentanng penjelasan
yang diberikan
2.
Klien dapat menjelaskan kembali secara umum
penjelasan yang diberiakan
|
MANDIRI:
1.
Kaji pengetahuan klien tentang penyakit tbc yang
diketahuinya.
2.
Jelaskan pada klien pentingnya perawatan dirumah
sakit
3.
Jelaskan pada klien tentang proses penyakit,
pengobatan, dan pencegahannya
4.
Jelaskan pada klien dan keluarga tentang dosis
obat, frekuensi, alasan pengobatan lama dan akibat putus obat.
|
BAB IV
PENUTUP
4.1.
KESIMPULAN
Tuberculosis
adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa
yang disebarkan melalui udara, terutama menyerang parenkim paru maupun ekstra
paru seperti meninges,ginjal,tulang dan nodus limfe. Penyakit tuberculosis pada
tahun 2015 di Indonesia terjadi peningkatan dari tahun 2014, pada tahun 2015
ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 330.910 kasus, sedangkan 2014
324.539 kasus. Faktor-faktor resiko yang menyebabkan tuberculosis seperti umur,
jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan, pekerjaan, factor social ekonomi,
kebiasaan merokok, kepadatan hunian dan kondisi rumah. Terdapat 4 (empat)
klasifikasi tuberculosis, yaitu berdasarkan lokasi anatomi, riwayat pengobatan
sebelumnya, hasil pemeriksaan uji kepekaan obat, dan berdasarkan status HIV.
Gejala-gajala yang dialami dan ditunjukan oleh penderita TB sangatlah
bervariasi, dengan gejala utama batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah atau
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik serta demam
meriang lebih satu bulan.
Terdapat
beberapa pemeriksaan penunjang yang akan membantu menegakan diagnosa penyakit
TBC menurut Kementrian Kesehatan (2014) sebagai berikut: pemeriksaan dahak
mikroskopik langsung, pemeriksaan biakan, ziehl-neelseh, tes kulit (PPD,mantoux,potogan
vollmer), foto thorak, biopsy jarum, elektrolit, pemeriksaan fungsi paru,
Pengobatan TB memiliki beberapa tujuan, yaitu menyembuhkan pasien dan
memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian
oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya, mencegah terjadinya kekambuhan
TB, menurunkan penularan TB serta mencegah terjadnya dan penularan TB resistan
obat. Dan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB paru stadium
lanjut, yaitu hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial, brokoiectasis dan fibrosis bronkial
pada paru, pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendrian, ginjal dan
sebagainya, insufisiensi kardio pulmoner dan resistensi kuman dimana pengobatan
dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin, bahkan ada yang
putus obat karena merasa bosan.
4.2.
SARAN
Mengingat Indonesia adalah negara dengan
penduduk terbesar, dengan kepadatan penduduk yang tinggi khususnya di pulau
Jawa, dengan angka kemiskinan dan angka buta huruf tinggi, maka masyarakat
Indonesia harus lebih menyadari keberadaan bakteri tuberculosis, penyakit yang
dapat menular lewat udara ini dapat dengan mudah menyerang siapapun. Mengenal
secara keseluruhan mengenai penyakit ini dirasa perlu, agar penanganan dan
pengobatan yang diberikan dapat maksimal. Kesadaran masyarakat mengenai adanya
penyakit ini disekitar sangat dituntut, guna meningkatkan angka kesehatan bangsa sehingga mendapatkan sumber
daya manusia terbaik. Sesuai dengan logo Kemenkes RI mengenai tuberculosis
yaitu temukan, obati sampai tuntas.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan. 2007. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. (edisi
2). Jakarta: Depkes RI.
Infodatin
Kementrian Kesehatan RI. 2016. Tuberkulosis:
Temukan Obati Sampai Sembuh. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian
Kesehatan. 2014. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Dirjend P2PL
Kementrian
Kesehatan RI. 2016. 2015 Profil Kesehatan
Indonesia.Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
NANDA International. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC
Prasetyono DS. 2012. Daftar Tanda & Gejala Ragam Penyakit:
Buku Kita. Cetakan I. Yogyakarta;
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta: EMS.
Wildani, Andi. A.
2013. Asuhan Keperawatan Keluarga
Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada Tuberkulosis Paru Lansia Di
Rt 06/ Rw 01 Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Depok:
Program Profesi Ners, FIK UI.
Komentar
Posting Komentar