ALL ABOUT HYPERTENSION (in Bahasa)


Hallo readers! Postingan kali ini adalah postingan perdana saya! iya, postingan pertama saya di blog ini. Postingan kali ini akan membahas tentang THE SILENT KILLER. wuihhh, serem yak? 

THE SILENT KILLER yang saya maksud disini adalah penyakit yang secara diam-diam membunuh banyak orang! Kalian tau penyakit apa itu? penyakit itu adalah HIPERTENSI atau yang biasa orang sebut TEKANAN DARAH TINGGI. 


Pada sebagian besar kasus, hipertensi tidak menunjukan gejala apapun. Sakit kepala yang disebabkan tekanan darah relatif jarang terjadi dan Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama yang menyebabkan serangan jantung dan stroke (Kowalski, 2010).  

Untuk lebih memahami lebih dalam mengenai hipertensi, pertama yang akan dibahas tentang jantung dulu yak!

Menurut Robert E. Kowalski dalam buku Terapi Hipertensi tahun 2010 :

  •  Jantung yaitu gumpalan otot yang secara mengagumkan, dengan ruangan-ruangan yang memompa darah menuju seluruh jaringan arteri ke setiap jaringan dalam tubuh. 
  • Organ peredarah darah adalah pembuluh darah, yaitu arteri dan vena :
    -    
    Arteri merupakan pembuluh darah yang mengalirkan darah dari jantung ke jaringan-     Vena mengalirkan darah ke jantung 
  • Jantung memiliki dua ruangan, yaitu atrium dan ventrikel, masing-masing terbagi lagi menjadi bagian kiri dan bagian kanan.
    -    
    Saat berkontraksi, atrium akan mendorong darah menuju ventrikel melalui dua katup
    -    
    Sedangkan kontraksi ventrikel akan membawa darah keluar dari jantung.
    -    
    Darah yang berasal dari paru-paru menjadi kaya akan oksigen ketika meninggalkan jantung. Oksigen kemudian diangkut ke otot dan jaringan lain. Darah yang menuju jantung hanya sedikit mengandung oksigen. Ventrikel sinistra (kiri) lah yang bertugas memompa darah kaya oksigen melalui aorta dan sistem arteri lain dalam tubuh.
Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi (arteri). Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika jantung berdetak memompa darah (berkontraksi) yang disebut tekanan SISTOLIK. Sedangkan tekanan darah menurun saat jantung relaks diantara dua denyut nadi disebut tekanan DIASTOLIK (Kowalski, 2010).

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elstisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010).


PENGERTIAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg) yang menetap. Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk melawan tekanan dinding arteri ketika darah tersebut dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Semakin tinggi tekanan darah maka semakin keras jantung bekerja (WHO, 2013).



PREVALENSI

Riset Kesehatan Dasar/RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%. Berdasarkan Riskesdas (2013), Yogyakarta masuk dalam 5 besar kejadian hipertensi , pada tahun 2012 di daerah pedesaan presentasenya 51,7% dan di kota besar presentasenya 47,7%.



Setelah mengetahui pengertian hipertensi serta prevalensi hipertensi (jumlah keseluruhan kasus penyakit hipertensi) di Indonesia. Ada baiknya readers juga tahu ya klasifikasi dari hipertensi itu sendiri. Fungsinya untuk mengetahui sudah separah apa tekanan darah tingginya.



KLASIFIKASI
Menurut American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension pada tahun 2013, pembagian derajat keparahan hipertensi di klasifikasikan menjadi :






ETIOLOGI

Menurut InfoDATIN Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI tahun 2013, berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu :

  •          Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial

           Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.

  • ·        Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non-Esensial

           Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB)





FAKTOR RESIKO

          Menurut InfoDATIN Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI tahun 2013, faktor resiko hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah atau dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, serta penggunaan estrogen.



MANIFESTASI KLINIS



Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun, berupa:
  1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium
  2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi. 
  3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
  4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. 
  5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (Sugiharto, 2007)



PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Arif Mansjoer, dkk., pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer, kimia darah (kalium, natirum, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi. (Sugiharto, 2007)



Readers, penanganan hipertensi dapat dilakukan dengan dua terapi loh yaitu terapi non-farmakologi dan terapi farmakologi. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target tekanan darah (Guideline JNC 8, 2014)



PENATALAKSANAAN



Terapi Non Farmakologi

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.



Menurut Guide Line JNC 8 tahun 2014, modifikasi gaya hidup juga merupakan terapi non-farmakologi dalam penangan hipertensi.

  •  Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20 mmHg/penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pinggang < 94 cm untuk pria dan < 80 cm untuk wanita, indeks massa tubuh <25kg/m2. Rekomendasi penurunan berat badan meliputi nasihat mengurangi asupan kalori dan juga meningkatkan asupan kalori dan juga meningkatkan aktivitas fisik.

  • Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak makan buah, sayur-sayuran, dan produk susu rendah lemak dengan kandungan lemak jenuh dan total lebih sedikit, kaya potassium dan calcium.

  • Restriksi (pembatasan) garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg. Konsumsi sodium chloride £6 gr/hari. Rekomendasikan makanan rendah garam sebagai bagian pola makan sehat. 
  • Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg. Lakukan aktivitas fisik intensitas sedang pada kebanyakan, atau setiap hari pada 1 minggu (total harian dapat di akumulasikan, misalnya 3 sesi @ 10 menit). 
  • Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-4 mmHg. 
  • Berhenti merokok untuk mengurangi risiko kardiovaskuler secara keseluruhan.

Terapi Farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping,yaitu :

  • Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal 
  • Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya 
  • Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid 
  • Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs) 
  •  Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
  • Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
TATALAKSANA HIPERTENSI PADA PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH



Tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh darah ditujukan pada pencegahan kematian, infark miokard, stroke, pengurangan frekuensi dan durasi iskemia miokard dan memperbaiki tanda dan gejala.



A.       Penyakit Jantung Koroner

1.         Angina Pektoris Stabil

  •   Betablocker

Betablocker merupakan obat pilihan pertama dalam tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung koroner terutama yang menyebabkan timbulnya gejala angina. Obat ini akan bekerja mengurangi iskemia dan angina, karena efek utamanya sebagai inotropik dan kronotropik negative. Dengan menurunnya frekuensi denyut jantung maka waktu pengisian diastolik untuk perfusi koroner akan memanjang. Betablocker juga menghambat pelepasan renin di ginjal yang akan menghambat terjadinya gagal jantung.

  •  Calcium Channel Blocker (CCB)

CCB akan digunakan sebagai obat tambahan setelah optimalisasi dosis betabloker, bila terjadi :

-        - TD yang tetap tinggi

-        - Angina yang persisten

      - Atau adanya kontraindikasi absolute pemberian dari betabloker

    CCB bekerja mengurangi kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan resistensi vaskular perifer dan menurunkan tekanan darah. Selain itu, CCB juga akan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan efek vasodilatasi koroner.

  • ACE inhibitor (ACEi)

Penggunaan ACEi pada pasien penyakit jantung koroner yang disertai diabetes mellitus dengan atau tanpa gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri merupakan pilihan utama dengan rekomendasi penuh dari semua guidelines yang telah dipublikasi. Pemberian obat ini secara khusus sangat bermanfaat pada pasien jantung koroner dengan hipertensi, terutama dalam pencegahan kejadian kardiovaskular.

Pada pasien hipertensi usia lanjut ( > 65 tahun ), pemberian ACEi juga direkomendasikan , khususnya setelah dipublikasikannya 2 studi besar yaitu ALLHAT dan ANBP-2. Studi terakhir menyatakan bahwa pada pasien hipertensi pria berusia lanjut, ACEi memperbaiki hasil akhir kardiovaskular bila dibandingkan dengan pemberian diuretic, walaupun kedua obat memiliki penurunan tekanan darah yang sama.

  • Angiotensin Receptor Blockers (ARB)

        Indikasi pemberian ARBs adalah pada pasien yang intoleran terhadap ACEi. Beberapa penelitian besar, menyatakan valsartan dan captopril memiliki efektifitas yang sama pada pasien paska infark miokard dengan risiko kejadian kardiovaskular yang tinggi.

  •  Diuretik

Diuretik golongan tiazid, akan mengurangi risiko kejadian kardiovaskular, seperti yang telah dinyatakan beberapa penelitian terdahulu, sepertiVeterans Administrations Studies, MRC dan SHEP.

  •  Nitrat

Indikasi pemberian nitrat kerja panjang adalah untuk tatalaksana angina yang belum terkontrol dengan dosis betablocker dan CCB yang adekuat pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Tetapi sampai saat ini tidak ada data yang mengatakan penggunaan nitrat dalam tatalaksana hipertensi, selain dikombinasikan dengan hidralazin pada kasus-kasus tertentu.

2.         Angina Pectoris Tidak Stabil / Infark miokard non elevasi segmen ST (IMA-NST)

Dasar dari tatalaksana hipertensi pada pasien dengan sindroma koroner akut adalah perbaikan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, setelah inisiasi terapi antiplatelet dan antikoagulan. Walaupun kenaikan tekanan darah dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, tetapi harus dihindari penurunan tekanan darah yang terlalu cepat terutama tekanan diastolik, karena hal ini dapat mengakibatkan penurunan perfusi darah ke koroner dan juga suplai oksigen, sehingga akan memperberat keadaan iskemia. Tatalaksana awal meliputi tirah baring, monitor EKG dan hemodinamik, oksigen, nitrogliserin dan bila angina terus berlanjut dengan pemdapat diberikan morfin sulfat. Perlu diingat bahwa pemberian nirat selama angka panjang tidak direkomendasikan oleh berbagai guidelines sampai saat ini.



3.         Infark Miokard Akut Dengan Elevasi Segmen ST (IMA-ST)

Seperti pada IMA-NST, dasar dari tatalaksana hipertensi pada pasien dengan sindroma koroner akut adalah perbaikan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, setelah inisiasi terapi antiplatelet dan antikoagulan.



B.        Gagal Jantung

Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama terjadinya gagal jantung. Penggunaan obat-obat penurun tekanan darah yang baik memiliki keuntungan yang sangat besar dalam pencegahan gagal jantung, termasuk juga pada golongan usia lanjut. Hal ini telah banyak diteliti pada penggunaan diuretic, betablocker, ACEi dan ARB, dimana penggunaan CCB paling sedikit memberikan keuntungan dalam pencegahan gagal jantung.

       Walaupun riwayat hipertensi merupakan hal yang sangat sering terjadi pada gagal jantung, namun tekanan darah yang tinggi sering tidak ditemukan lagi pada saat sudah terjadi disfungsi venrikrel kiri. Pada pasien dengan kondisi seperti ini, telah banyak terdapat bukti dari berbagai penelitian yang mendukung pemberian betablocker, ACEi, ARB dan MRA (mineralocaoticoid receptor antagonist), dimana pemberian obat-obat ini lebih ditujukan untuk memperbaiki stimulasi simpatis dan sitim renin angiotensin yang berlebihan terhadap jantung, daripada penurunan tekanan darah.

C.        Fibrilasi Atrial

Atrial fibrilasi merupakan kondisi yang juga sering dijumpai pada hipertensi baik di Eropa maupun di Amerika. Pada pasien hipertensi dengan fibrilasi atrial harus dinilai kemungkinan terjadinya tromboemboli dengan sistim scoring yang telah dijabarkan pada guidelines ESC, dan sebagian dari pasien tersebut harus mendapatkan terapi antikoagulan, kecuali bila terdapat kontraindikasi. Sebagian besar pasien hipertensi dengan fibrilasi atrial, ternyata memiliki laju ventrikel yang cepat. Hal ini mendasari rekomendasi pemberian betblocker atau CCB golongan non dihidropiridin pada kelompok pasien ini.



D.       Hipertrofi Ventrikel Kiri

Guidelines ESH yang diterbitkan pada tahun 2009, telah menjabarkan bahwa hipertrofi ventrikel kiri terutama tipe konsentrik, berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dalam 10 tahun sebesar 20%. Beberapa studi juga menyatakan bahwa dengan penurunan tekanan darah berhubungang erat dengan perbaikan hipertrofi ventrikel kiri. Banyak studi komparatif yang menyimpulkan bahwa pemberian ACEi, ARBs dan CCB lebih memiliki efek tersebut bila dibandingkan dengan betablocker.



E.        Penyakit Arteri Perifer

Beberapa penelitian menyatakan bahwa pada pasien dengan penyakit arteri perifer, mengontrol tekanan darah merupakan hal yang lebih penting daripada memikirkan pilihan obat antihipertensi yang terbaik pada kelompok pasien ini. Sampai saat ini banyak yang berpendapat bahwa penggunaan betablocker dapat memperburuk kondisi klaudikasio. Tetapi hal ini tidak terbukti pada 2 studi metanalisis yang menyatakan bahwa betabloker tidak terbukti berhubungan dengan eksaserbasi gejala klaudikasio pada pasien iskemia tungkai akut ringan hingga sedang.



Apakah kalian tahu readers? The silent killer ini dapat menyebabkan atau menimbulkan beberapa penyakit lainnya akibat dari komplikasi hipertensi. Serem yak?hihi



KOMPLIKASI

Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti jantung (penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer (klaudikasio inter miten). Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah pasien dan berapa lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati.


DAFTAR PUSTAKA


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2013 [Internet]. 2013 (Cited 2015 Juli 13]. Available From: http://www.litbang.depkes.co.id/sites/download/rkd2013/laporan_Riskesdas2013.PDF
Kowalski, Robert E. 2010. Terapi Hipertensi. Diterjemahkan oleh : Ekawati, Rani S. Bandung: Qanita PT Mizan Pustaka.

Muhadi. 2016. JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa. CDK Journal Nomor 1 Volume 43 Tahun 2016. Jakarta

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2015. Pedoman Tata Laksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskuler. 

Sugiharto, Aris. 2007. Faktor-Faktor Resiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar). Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.
 








Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer