ULKUS DIABETIKUM

Hallo!

Welcome back to my blog, readers!😀

Salam sehat!

Postingan kali ini spesial membahas tentang salah satu komplikasi kronis yang paling sering terjadi dari adanya penyakit diabetes yaitu.. Ulkus Diabetikum atau sering disebut Luka Kaki Diabetes.

Untuk tahu gimana cara pencegahannya, pengobatan serta perwatannya, dibaca terus sampai habis ya readers!:p

DEFINISI

       Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer.(Andyagreeni,2010)
       Luka kaki diabetes adalah penyebab hilangnya anggota tubuh pada pasien diabetes yang disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas, neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi (Pei, 2013).
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer (Rizky
, 2015).
       Ulkus merupakan komplikasi dari Diabetes Mellitus (DM) yang diawali dengan infeksi superficial pada kulit penderita. Kadar glukosa darah yang tinggi menjadi tempat strategis perkembangan bakteri. (Abidah,2016).

       Kesimpulan : Ulkus Diabetikum merupakan merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Ulkus Diabetikum disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas, neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi. Ulkus Diabetikum diawali dengan infeksi superficial pada kulit penderita. Kadar glukosa darah yang tinggi menjadi tempat strategis perkembangan bakteri. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau.

PREVALENSI

       Hasil survey Departemen Kesehatan angka kejadian dan komplikasi DM cukup tersebar sehingga dikatakan sebagai masalah nasional yang harus mendapat perhatian karena komplikasinya sangat mengganggu kualitas penderita. Angka kematian ulkus pada penyandang DM berkisar antar 17-32%, sedangkan laju amputasi berkisar antara 15-30%. Para ahli DM memperkirakan ½ sampai ¾ kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan luka yang baik, lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang luka diabetes khususnya diakibatkan oleh ulkus gangren diseluruh dunia (Depkes,2010) (Kristiyaningrum,Indanah,Suwarto.tahun 2012)

FAKTOR RESIKO

Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari kaki  diabetes pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko yang  tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah (Tambunan 2006 dalam Soegondo S 2007)

1. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :

a. Umur ≥ 60 tahun.

       Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal . proses aging menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga terjadi makroangiopati, yang akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki diabetes

b. Lama DM ≥ 10 tahun.

      Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang  telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan / luka pada kaki penderita diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan neurophati perifer

2. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan gaya hidup):

a. Neuropati (sensorik, motorik, perifer).

       Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan  mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut  saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan  terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi menjadi penyebab terjadinya lesi yang kemudian berkembang menjadi ulkus kaki diabetes

b. Obesitas.

        Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT (index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 μU/ml, keadaan  \ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang / besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus / ganggren sebagai bentuk dari kaki diabetes

c. Hipertensi

        Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus

d. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) Tidak Terkontrol.

       Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos sub endotel

e. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol.

       Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity - lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ( ≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai

f. Kebiasaan Merokok.

       Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun

g. Ketidakpatuhan Diet DM.

       Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus kaki diabetes. Kepatuhan diet penderita diabetes mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah

h. Kurangnya Aktivitas Fisik.

       Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkualsi darah dan memperkuat otot - otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan gerak sendi.

i. Pengobatan Tidak Teratur.

       Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Sampai pada saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara tepat untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada penderita Diabetes Mellitus, namun bila dilihat dari penelitian tentang kelainan akibat arterosklerosis ditemapt lain seperti jantung dan otak, obat seperti aspirin dan lainnya yang sejenis dapat digunakan pada pasien Diabetes Mellitus meskipun belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan penggunaan secara rutin

j. Perawatan Kaki Tidak Teratur.

        Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus yaitu meliputi seperti selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama diantara jari-jari kaki, memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene), tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak. menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut, kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki, jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan air panas atau bantal panas

k. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat

      Penderita diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus kaki diabetes yang diawali dari timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Pencegahan dalam faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas dan nyaman untuk penderita diabetes mellitus. Penggunaan alas kaki yang tepat harus memperhatikan hal hal berupa tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir, memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman dipakai, sebelum memakai sepatu, memerika sepatuterlebih dahulu, kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit, sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki, sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati, memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari, kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat dan memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin

KLASIFIKASI

Menurut Wagner dalam Oktavianti 2015. Ulkus Diabetik di bagi menjadi 6
yaitu:
1) Grade 0 : kulit utuh tapi ada kelainan benda kaki akibat neuropati.
Tidak ada lesi tebuka.
2) Grade 1 : terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit
3) Grade 2 : ulkus dalam, menembus tendon / tulang
4) Grade 3 : ulkus dengan atau tanpa osteomilitus
5) Grade 4 : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan selulitis
(infeksi jaringan)
6) Grade 5 : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai kaki








TANDA DAN GEJALA

Tanda dan Gejala Ulkus Diabetik
a. Sering kesemutan
b. Nyeri kaki saat istirahat
c. Sensasi rasa berkurang
d. Kerusakan jaringan (nekrosis)
e. Kulit kering
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal
g. Penurunan denyut nadi arteri doralis pedis, tibilis dan poplitea

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
a. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus (mata kaki) karena pada daerah ini sering mendapatkan trauma.  Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik: Callus hipertropik,  Kuku yang rapuh/pecah , Hammer toes( deformitas kaki di mana tikungan kaki ke bawah pada sendi tengah, menyebabkan ia menyerupai palu),Fissure.
b. Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
Pemeriksaan fisik memperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi perifer dibawah level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan dengan penyakit aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut pada kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit. Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen transkutan, anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis.Normalnya Pada keadaan normal, nilai ABI berkisar antara 0,9-1,30, sedangkan nilai ABI < 0,9 dapat menegakkan diagnosis PAD (peripheral artery disease).

c. kemungkinan neuropati perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi, hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop(keterbatasan atau ketidakmampuan untuk mengangkat bagian depan kaki yang mengacu kepada kelemahan otot-otot yang memungkinkan seseorang untuk melenturkan pergelangan kaki dan jari kaki), atrofi otot, dan pemembentukan calus hipertropik khususnya pada daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan menggunakan monofilament Semmes-Weinsten (salah satu alat berbentuk benang untuk mengukur ketajaman luka) untuk mengetahui apakah penderita masih memiliki "sensasi protektif', Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika penderita tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup sampai monofilamen bengkok.

2) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
b. Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal.
c. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR) atau plethymosgrafi.

3) Pemeriksaan Radiologis
a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya osteomielitis.
b. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
c. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.
d. Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi konvensional berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.

PENATALAKSANAAN MEDIS

       Tujuan utama pengelolaan Ulkus diabetikum (UKD), yaitu untuk mengakses proses kearah penyem-buhan luka secepat mungkin karena per-baikan dari ulkus kaki dapat menurunkan kemungkinan terjadinya amputasi dan ke-matian pasien diabetes. Secara umum pe-ngelolaan UKD meliputi penanganan iske-mia, debridemen, penanganan luka, menu-runkan tekanan plantar pedis (off-loading), penanganan bedah, penanganan komorbidi-tas dan menurunkan risiko kekambuhan serta pengelolaan infeksi

1. Penanganan Iskemia

        Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus dini-lai awal pada pasien UKD. Penilaian kom-petensi vaskular pedis pada UKD seringkali memerlukan bantuan pemeriksaan penun-jang seperti MRI angiogram, doppler mau-pun angiografi. Pemeriksaan sederhana se-perti perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior dan dorsalis pedis dapat dilakukan pada kasus UKD kecil yang ti-dak disertai edema ataupun selulitis yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan dapat menyerang tempat lain di kemudian hari bila penyempitan pembuluh darah kaki tidak diatasi.
Bila pemeriksaan kompetensi vaskular menunjukkan adanya penyumbatan, bedah vaskular rekonstruktif dapat meningkat-kan prognosis dan selayaknya diperlukan sebelum dilakukan debridemen luas atau amputasi parsial. Beberapa tindakan bedah vaskular yang dapat dilakukan antara lain angioplasti transluminal perkutaneus (ATP), tromboarterektomi dan bedah pintas terbuka (by pass). Berdasarkan peneliti-an, revaskularisasi agresif pada tungkai yang mengalami iskemia dapat menghin-darkan amputasi dalam periode tiga tahun sebesar 98%. Bedah bypass dilaporkan e-fektif untuk jangka panjang. Kesintas-an (survival rate) dari ekstremitas bawah dalam 10 tahun pada mereka yang mema-kai prosedur bedah bypass lebih dari 90%. Penggunaan antiplatelet ditujukan terhadap keadaan insufisiensi arteri perifer untuk memperlambat progresifitas sumbat-an dan kebutuhan rekonstruksi pembuluh darah.

2. Debridemen

       Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik, karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan fis-tula. Tindakan debridemen juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada lu-ka. Saat ini terdapat beberapa jenis de-bridemen yaitu autolitik, enzimatik, meka-nik, biologik dan tajam.
       Debridemen dilakukan terhadap semua jaringan lunak dan tulang yang nonviable. Tujuan debridemen yaitu untuk mengeva-kuasi jaringan yang terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga da-pat mempercepat penyembuhan, menghi-langkan jaringan kalus serta mengurangi risiko infeksi lokal.16 Debridemen yang teratur dan dilakukan secara terjadwal akan memelihara ulkus tetap bersih dan merang-sang terbentuknya jaringan granulasi sehat sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan ulkus.

3. Perawatan luka

       Prinsip perawatan luka yaitu mencipta-kan lingkungan moist wound healing atau menjaga agar luka senantiasa dalam keada-an lembab. Bila ulkus memroduksi se-kret banyak maka untuk pembalut (dress-ing) digunakan yang bersifat absorben. Se-baliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan ul-kus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahan-kan kelembaban.
Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut juga se-layaknya mempertimbangkan ukuran, ke-dalaman dan lokasi ulkus.Untuk pemba-lut ulkus dapat digunakan pembalut kon-vensional yaitu kasa steril yang dilembab-kan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern yang tersedia saat ini. Beberapa jenis pembalut modern yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocol-loid, hydrogel, calcium alginate, foam dan sebagainya. Pemilihan pembalut yang akan digunakan hendaknya senantiasa memper-timbangkan cost effective dan kemampuan ekonomi pasien

4. Menurunkan tekanan pada plantar pedis (off-loading)

       Tindakan off-loading merupakan salah satu prinsip utama dalam penatalaksanaan ulkus kronik dengan dasar neuropati. Tin-dakan ini bertujuan untuk mengurangi te-kanan pada telapak kaki. Tindakan off-loading dapat dilakukan secara parsial maupun total. Mengurangi tekanan pada ul-kus neuropati dapat mengurangi trauma dan mempercepat proses penyembuhan lu-ka. Kaki yang mengalami ulkus harus sedapat mungkin dibebaskan dari penekan-an. Sepatu pasien harus dimodifikasi sesuai dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus.6 Metode yang dipilih untuk off-loading ter-gantung dari karakteristik fisik pasien, lokasi luka, derajat keparahan dan ketaatan pasien.10 Beberapa metode off loading an-tara lain: total non-weight bearing, total contact cast, foot cast dan boots, sepatu yang dimodifikasi (half shoe, wedge shoe), serta alat penyanggah tubuh seperti cruthes dan walker

5. Penanganan bedah

       Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya UKD. Tindakan elektif di-tujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas seperti pada kelainan spur tu-lang, hammertoes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk men-cegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati de-ngan melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Bedah kuratif diindika-sikan bila ulkus tidak sembuh dengan pera-watan konservatif, misalnya angioplasti atau bedah vaskular. Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif.10 Bedah emergensi adalah tindakan yang paling se-ring dilakukan, dan diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi, misalnya ulkus dengan daerah infeksi yang luas atau adanya gangren gas. Tindak-an bedah emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik.

6. Penanganan komorbiditas

       Diabetes merupakan penyakit sistemik multiorgan sehingga komorbiditas lain ha-rus dinilai dan dikelola melalui pendekatan tim multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang optimal. Komplikasi kronik lain baik mikro maupun makroangiopati yang menyertai harus diidentifikasi dan dikelola secara holistik. Kepatuhan pasien juga merupakan hal yang penting dalam menentukan hasil pengobatan.

7. Mencegah kambuhnya ulkus

       Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci dalam menghindari amputasi kaki. Pasien diajarkan untuk memperhatikan ke-bersihan kaki, memeriksa kaki setiap hari, menggunakan alas kaki yang tepat, meng-obati segera jika terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri, termasuk debridemen pada kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke dalam. Sepatu dengan sol yang mengu-rangi tekanan kaki dan kotak yang melin-dungi kaki berisiko tinggi merupakan ele-men penting dari program pencegahan.

8. Pengelolaan infeksi

        Infeksi pada UKD merupakan faktor pemberat yang turut menentukan derajat agresifitas tindakan yang diperlukan dalam pengelolaan UKD. Dilain pihak infeksi pa-da UKD mempunyai permasalahan sendiri dengan adanya berbagai risiko seperti sta-tus lokalis maupun sistemik yang imuno-compromised pada pasien DM, resistensi mikroba terhadap antibiotik, dan jenis mi-kroba yang adakalanya memerlukan anti-biotik spesifik yang mahal dan berkepan-jangan. Dasar utama pemilihan antibiotik dalam penatalaksanaa UKD yaitu berdasar-kan hasil kultur sekret dan sensitivitas sel.
        infeksi yang tidak meng-ancam tungkai biasanya terlihat sebagai ul-serasi yang dangkal, tanpa iskemia yang nyata, tidak mengenai tulang atau sendi, dan area selulitis tidak lebih dari 2 cm dari pusat ulkus. Pasien tampak stabil serta ti-dak memperlihatkan tanda dan gejala infek-si sistemik. Pengelolaan pasien dilakukan sebagai pasien rawat jalan. Perawatan di rumah sakit hanya bila tidak ada perbaikan setelah 48-72 jam atau kondisi membu-ruk.6 Antibiotik langsung diberikan diser-tai pembersihan dan debridemen ulkus. Penanganan ulkus ini selanjutnya seperti yang diuraikan sebelumnya, koreksi hiperglikemia dan kontrol komorbid lainnya. Respon terhadap pengobatan dievaluasi setelah 48-72 jam untuk menilai tindakan yang mung-kin perlu dilakukan.6,10,12 Aspek pencegahan, pendidikan pasien, perawatan dan pena-nganan ortotik juga dilakukan secara terpadu.
Infeksi disebut mengancam bila UKD berupa ulkus yang dalam sampai mengenai tulang dengan selulitis yang lebih dari 2 cm dan/atau disertai gambaran klinis infeksi sistemik berupa demam, edema, limfangi-tis, hiperglikemia, leukositosis dan iskemia. Perlu diperhatikan, tidak semua pasien diabetes dengan infeksi yang relatif berat akan menunjukkan tanda dan gejala sistemik se-perti tersebut diatas. Jika ulkus mencapai tulang atau sendi, kemungkinan besar akan terjadi osteomielitis.
        Pasien dengan infeksi yang mengan-cam ekstremitas harus dirawat di rumah sakit untuk manajemen yang tepat. Debride-men dilakukan sejak awal dengan tetap memperhitungkan ada/tidaknya kompetensi vaskular tungkai. Jaringan yang diambil dari luka dikirim untuk kultur. Tindakan ini mungkin perlu dilakukan berulang untuk mengendalikan infeksi.23 Terapi empiris untuk infeksi berat harus berspektrum luas dan diberikan secara intravena dengan mempertimbangkan faktor lain seperti biaya, toleransi pasien, alergi, potensi efek yang merugikan ginjal atau hati, kemudah-an pemberian dan pola resistensi antibiotik setempat.5,18 Infeksi kronik dan berat yang mengancam tungkai umumnya disebabkan oleh infeksi polimikroba yang mencakup organisme aerob gram positif dan negatif serta anaerob.
        Lamanya pemberian antibiotik tergan-tung pada gejala klinis, luas dan dalamnya jaringan yang terkena serta beratnya infek-si. Pada infeksi ringan sampai sedang antibiotik dapat diberikan 1-2 minggu, sedangkan pada infeksi yang lebih berat anti-biotik diberikan 2-4 minggu. Debridemen yang adekuat, reseksi atau amputasi jaring-an nekrosis dapat mempersingkat waktu pemberian antibiotik. Pada kasus osteomielitis, jika tulang terinfeksi tidak dievakuasi, maka antibiotik harus diberikan selama 6-8 minggu, bahkan beberapa literatur menganjurkan sampai 6 bulan. Jika semua tulang yang terinfeksi dievakuasi, antibiotik dapat diberikan lebih singkat, yaitu 1-2 minggu dan ditujukan untuk infeksi jaringan lunak. Efektivitas terapi dievaluasi dengan beberapa parameter, antara lain respon klinis pasien, suhu, leukosit dan hitung jenis, laju endap darah dan penanda inflamasi lainnya, kontrol gula darah dan para-meter metabolik, serta tanda-tanda penyembuhan luka dan peradangan.

KOMPLIKASI

       Penelitian Hariani didapatkan ulkus diabetikum memungkinkan masuknya bakteri serta menimbulkan infeksi luka, apabila ulkus diabetik yang tidak terawat dan ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut pada penderita ulkus diabetik diantaranya, amputasi anggota gerak, terjadinya infeksi tulang dan sepsis.




DAFTAR PUSTAKA

Langi, Yunita A. 2011. “Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetik Secara Terpadu”. Jurnal Biomedik Volume 3 Nomor 2 Tahun 2011. Manado.

Nur, Abidah, dan Nelly Marissa. 2016. “Gambaran Bakteri Ulkus Diabetikum di Rumah Sakit Zainal Abidin Dan Meuraxa Tahun 2015” Aceh.

Oktaviani, Rina Dwi. 2015. “Hubungan Ulkus Diabetik Terhadap Interaksi Sosial Penderita Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Banyudono”. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Rizky, Rudy , dan Zulkarnnain.2015. “Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus Yang Dirawat Jalan Dan Inap di RSUP DR. M Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang”. Jurnal Kesehatan Andalas. Padang.

Setyoningrum,, Irma Astuti. 2013. “Tingkat Depresi Berdasarkan Derajat Ulkus Diabetik Pada Pasien Ulkus Diabetes Melitus Yang Betobat di RSUD Kota Semarang”. Semarang.

Tambunan M. Perawatan Kaki Diabetes. Dalam : Soegondo S, dkk, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007 : 287

Tandra H.2007. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabtes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


Komentar

Postingan Populer